Selasa, 28 April 2015

TERAPI PSIKOANALISA (FREUD)


KONSEP TERAPI :
Konsep utama teori psikoanalitik Freud mencakup perjuangan antara insting hidup dan mati dalam lubuk hati umat manusia; struktur kepribadian tiga serangkai, dengan system id, ego, dan superego; dinamikannya ketidaksadaran dan pengaruhnya pada perilaku; peranan kecemasan; dan perkembangan kepribadian pada berbagai periode kehidupan, termasuk tahap oral, anal, palus, latensi, dan genital.
Teori psikoanalitik sebagian besar terdirri dari penggunaan metode mengeluarkan materi di alam tidak sadar yang bisa ditangani. Fokusnya terutama dietakkan pada pengalaman masa kanak-kanak, yang dibahas, di rekonstruksi, diinterpretasi, dan dianalisis. Asumsinya adalah bahwa penggalian masa lalu ini, yang biasanya didapat dengan menangani hubungan transferensi dengan terapis, merupakan hal yang perlu dilakukan agar bisa terjadi perubahan watak. Teknik yang paling  yang biasa digunakan oleh praktik psikoanalitik adalah tetap dipertahankannya kerangka analitik, asosiasi bebas, interpretasi, analisis mimpi, analisis pada sikap menentang, dan analisis transferensi.

TEKNIK-TEKNIK TERAPI
1.      TETAP BERADA PADA KERANGKA ANALITIK
Proses psikoanalitik menekankan pada tetap beradanya pada kerangka khas yang diarahkan agar bisa mencapai sasaran terapi jenis ini. Tetap berada pada kerangka analitik mengacu pada seluruh kawasan daari factor-faktor prosedur dan gaya, seperti misalnya keanoniman relative dari penganalisis, diselenggarakannya pertemuan secara tetap dan konsisten, dna dimulai serta diakhirinya pertemmuan secara tepat waktu. Penganalisis berusaha seminimal mungkin meninggalkan pola konsisten ini (seperti cuti, perubahan jumlah uang imbalan, atau pun perubahan lingkungan pertemuan).

2.      ASOSIASI BEBAS
Asosiasi bebas memainkan peranan sentral dalam proses terpeliharanya kegiatan itu dalam kerangka analitik. Pada tahap permulaan penganalisis akan menjelaskan aturan dasar dari psikoanalisis, yang menyangkut ucapan kata-kata klien dari apa yang masuk dalam benaknya, betapapun menyakitkan, bodoh, tidak penting, tidak logis, atau tidak relevannya ucapan itu. Asosiaasi bebas semacam itu merupakan teknik sentral dari terapi psikoanalitik. Esensinya adalah bahwa klien melaju bersama pikirannya ataupun pendapatnya dengan jalan serta merta melaporkannya tanpa ada sensor. Pada saat kerja analiitik itu berjalan, sebagia besar dari klien kadang-kadang akan pergi meninggalkan aturan dasar ini dan penentangan ini akan ditafsirkan oleh si penganalisis pada waktu yang dianggap tepat nanti. Dalam psikoanalisi klasik biasanya klien berbaring di depan sementara penganalisis duduk dibelakangnya agar tidaak mengganggunya dalam kegiatan meluncurkan asosiasi bebas; dalam terapi psikoanaliitk di depan tempat berbaring tidak lagi sering dijadikan bagian dari prosedur yang biasa.
Asosiasi bebas merupakan salah satu dari peralatan dasar sebagai pembuka pintu ke keinginan, khayalan, konflik, serta motivasi yang tidak disadari. Teknik ini sering menjurus ke suatu kenangan pada pengalaman masa lampau dan kadang-kadang menjurus ke pelepasan perasaan intens yang selama ini terkakang. Selama proses asosiasi bebas ini tugas terapi ke pemahaman hubungan antar peristiwa yang dibuat oleh klien. Blockade taupun pemutusan asosiasi bertindak sebagai petunjuk adanya materi pembangkit keresahan. Terapis  menginterpretasikan materi itu kepada klien, dan membimbingnya ke arah wawasan yang bertambah baik terhadap dinamika yang ada, yang sementara ini tidak disadari.
Pada saat terapis mendengarkan asosiasi bebas si klien dia tidak hanya melihat apa yang terucap tetapi juga makna yang tersembunyi dibalik ucapan-ucapan itu. Kesadaran akan bahasa dari yang tak sadar itu diistilahkan sebagai “mendengarkan dengan telinga ketiga” (Reik, 1948). Tidak satu patahpun kata yang diucapkan oleh klien ditafsirkan maknanya hanya seperti yang terucap. Misalnya salah ucap bisa mengisyaratkan adanya perasaan atau pernyataan yang diungkapkan disertai oleh perasaan ataupun pernyataan yang berlawanan.

3.      INTERPPRETASI
Interpretasi terdiri dari apa yang oleh penganalisis dinyatakan, diterangkan ,dan bahkan  diajarkan kepada klien arti dari perilaku yang di manifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, penentangan, dan hubungan terapeutik itu sendiri. Fungsi dari interpretasi adalah memberi peluang kepada ego untuk mengasimilasikan materi baru untuk mempercepat psoses menguak materi di luar kesadaran selanjutnya.
Dalam pemberian interpretasi terapis harus dibimbing oleh rasa kesediaan klien untuk mau mempertimbangkannya (Saretsky, 1978). Terapis menggunakan reaksi klien sebagai tolak ukur. Hal yang penting adalah bahwa interpretasi harus dilakukan pada saat yang dikira tepat, oleh karena klien akan menolak interpretasi yang diberikan pada waktu yang tidak tepat. Aturan yang umum  adalah bahwa interpretasi seharusnya dikemukakan manakala fenomena yang akan diinterpretasikan sudah hampur diketahui oleh klien bahwa ia ada dalam alam bawah sadar. Aturan yang umum lain adalah bahwa interpretasi harus selalu dimulai dari permukaan dan masuk ke dalam sebatas yang mampu dilihat oleh klien. Aturan umum yang ketiga adalah bahw sebaiknya menyebutkan penolakan ataupun pertahanan yang dikemukakan oleh klien sebelum menginterpretasi emosi atau pun konflik yang ada dibelakangnya.

4.      ANALISIS MIMPI
Analisis mimpi merupaka prosedur yang penting untuk bisa mengungkapkan materi yang tidak disadari dan untuk bisa member klien suatu wawasan ke dalam wawasan problema yang tak terselesaikan. Pada saat orang tidur, mekanisme pertahanan pun akan dikendorkan, dan perasaan yang terkekang naik ke permukaan.
Mimpi mengandung isi dua tingkat: isi laten dan isi manifest. Isi laten terdiri dari motif yang tersembunyi, simbolis dan motif, keinginan dan rasa takut yang tak tersadari. Oleh karena kesemuanya demikian menyakitkan dan mengancam maka impuls seksual dna agresif yang tak terdasari yang menciptakan isi laten menjadi isi manifest yang lebih bisa diterima, yaitu berwujud mimpi seperti yang dialami orang. Proses di transfomasikannya isi laten ke isi manifest yang kurang mengancam itu disebut kerja mimpi. Tugas terapis adalah menguak makna terselubung itu dengan jalan mempelajari lambang-lambang yang terdapat dalam isi manifest dari mimpi itu. Selama sesi terlais mungkin meminta klien berasosiasi bebas terhadap beberapa aspek dari isi manifest dari mimpi itu dengan maksud bisa menguak makna latennya.
Dalam kegiatan terapi klien melaporkan mimpi mereka dan didorong untuk berasosiasi bebas pada unsure dalam mimpinya, mengingat kembali perasaan yang telah dihadirkan. Lambat laun, mereka bisa menguak mimpi mereka. Terapis berperan serta dalam prose situ dengan jalan menggali asosiasi si klien dengan semuanya itu. Dengan jalan menginterpretasi makna unsure-unsur mimpi klien dapat ditolong untuk bisa membebaskan pengekangan yang telah menyebabkan materi tidak  masuk dalam alam kesadaran serta bisa menghubungkan wawasan baru itu dnegan perjuangannya di masa kini.

5.      ANALISIS DAN INTERPRETASI PADA SIFAT MENENTANG
Sifat Menentang, suatu konsep yang fundamental pada praktek psikoanalisis, adalah segala sesuatu yang kerjanya menentang kemajuan terapi dan membuat klien tidak bisa mengeluarkan materi yang sebelumnya tidak ada dalam alam kesadaran. Khusunya, dalam terapi analitik sifat menentang, adalah keengganan klien untuk membawa kepermukaan alam kesadran materi di alam tidak sadar yang selama ini dikekang. Sifat menentang berarti suatu ide, sikap, perasaan atau perbuatan (disadari atau tidak disadari) yang menciptakan status quo menjadi penghalang terjadinya perubahan. Selama terjadinya asosiasi bebas atau asosiasi mimpi, klien menunjukkan bukti bahwa ia tidak ada kemajuan untuk mengemukakan buah pikiran, perasaan serta pengalam tertentu. Freud memandang Sifat Menentang sebagai dinamika ketidaksadaran yang digunakan orang untuk menghalangi kecemasan yang tidak tertahankan, yang kemungkinan akan datang kalau ia menjadi sadar akan impuls dan perasaan mereka yang selama ini telah dikekang.
Sebagai pertahanan melawan kecemasan, Sifat Menentang beroperasi secara spesifik dalam terapi psikoanalitik dengan jalan mencegah klien dan terapis agar tidak berhasil dalam usaha patungan untuk mendapatkan wawasan ke dalam dinamika ketidaksadaran. Oleh karena Sifat Menentang itu mencegah masuknya materi yang mengancam ke kawasan alam sadar, si terapis analitik menunjukannya, dank lien harus berkonfrontasi dengannya, itu pun kalau ia berharap bisa menangani konflik secara realistis. Interpretasi terapis terhadap Sikap Menentang itu ditijukan ke arah pemberian pertolongan kepada klien agar bisa menyadari alasan-alasan mengapa sampai ada Sifat Menentang itu sehingga ia bisa menanganinya. Sebagai aturan umum, terapis menunjukkan dan menginterpretasi Sifat Menentang yang paling menionjol agar bisa berkurang kemungkinan klien menolak interpretasi dan peluang klien untuk mulai melihat perilakunya yang bersifat menentang itu semakin besar.
Sifat menentang itu tidak hanya sekedar untuk bisa diatasi. Oleh karena sifat itu merupakan wakil dari pendekatan pertahanan dalam kehidupan sehari-hari, sifat itu perlu diakui sebagai alat untuk mempertahankan diri dari kecemasan, namun perlu diakui pula bahwa sifat itu menggangu kemampuan untuk menerima perubahan yang bisa membawa orang ke kehidupan yang lebih bisa disyukuri.

6.      ANALISIS DAN INTERPRETASI PADA TRANSFERENSI
Transferensi memanifestasikan diri di proses terapeutik pada tempat dimana hubungan klien sebelumnya memberikan andilnya pada perbuatan yang mengacau terhadap keadaannya di masa kini. Klien memberikan reaksi terhadap terapisnya seperti yang mereka lakukan terhadap orang signifikan tertentu. Situasi trasnferensi dianggap berharga dalam terapi oleh karena manifestassinya member klien kesempatan untuk mengalami kembali berbagai perasaan yang, kalau tidak ada transferensi itu, tidak akan bsia diraih. Lewat hubungan dengan terapis, klien mengungkapkan perasaan, keyakinan dan keinginan yang selama ini terkubur di alam tidak sadar mereka.  Tanpa disadari, mereka diulng aspek-aspek pengalaman mereka di masa lalu dalam kegiatan hubungan terapeutik. Melalui interpretasi yang benar dan tepat dan menangani versi baru perasaan terdahulu ini maka klien mampu mengubah beberapa dari pola perilaku yang sudah bertahan sekian lama.
Analisis transferensi merupakan teknik sentral dalam psikoanalisis dan terapi yang berorientasi pada psikoanalitik, oleh karena analisis ini, sekarang dan ditempat ini, member peluang kepada klien untuk mendapatkan wawasan tentang pengaruh masa lampau pada fungsi perilaku mereka sekarang. Interpretasi hubungan transferensi memungkinkan klien untuk bisa menangani konflik lama yang menyebabkan merela terfiksasi dan oleh karena menghambat perkembangan emosional mereka. Inti patinya adalah bahwa hubungan terdahulu dikurangi akibatnya dengan aksi-aksi penanganan konflik emosi yang sejenis dalam kegiatan hubungan terapeutik  dengan terapis analitik.

Tujuan terapi :
Adapun tujuan dari terapi adalah membuat kesadaran (conscious) hal-hal yang tidak disadari (unconscious) konseli. Hal-hal yang terdapat pada ketidaksaran (unconscious) dibawa kelevel kesadaran (conscious). Ketika hal-hal yang telah ditekan kedalam ketidaksadarandimunculkan kembali, maka maslaah tersebut dapat diatasi secara lebih rasional dengan menggunakan berbaga

Peran terapis
  1. Membantu klien memperoleh kesadaran diri, kejujuran dan hubungan  personal yang efektif.
  2. Menciptakan hubungan kerja dengan klien lalu mendengarkan dan menafsirkan.
  3. Konselor mendengarkan ketidakkonsistenan cerita klien sambil menyisipkan makna mimpi dan asosiasi bebas si klien dengan teliti.

SUMBER;


Corey, Gerald. 1995. Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi. Semarang: IKIP Semarang Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar