KONSEP
TERAPI :
Konsep
utama teori psikoanalitik Freud mencakup perjuangan antara insting hidup dan
mati dalam lubuk hati umat manusia; struktur kepribadian tiga serangkai, dengan
system id, ego, dan superego; dinamikannya ketidaksadaran dan pengaruhnya pada
perilaku; peranan kecemasan; dan perkembangan kepribadian pada berbagai periode
kehidupan, termasuk tahap oral, anal, palus, latensi, dan genital.
Teori
psikoanalitik sebagian besar terdirri dari penggunaan metode mengeluarkan
materi di alam tidak sadar yang bisa ditangani. Fokusnya terutama dietakkan
pada pengalaman masa kanak-kanak, yang dibahas, di rekonstruksi,
diinterpretasi, dan dianalisis. Asumsinya adalah bahwa penggalian masa lalu
ini, yang biasanya didapat dengan menangani hubungan transferensi dengan terapis,
merupakan hal yang perlu dilakukan agar bisa terjadi perubahan watak. Teknik
yang paling yang biasa digunakan oleh
praktik psikoanalitik adalah tetap dipertahankannya kerangka analitik, asosiasi
bebas, interpretasi, analisis mimpi, analisis pada sikap menentang, dan
analisis transferensi.
TEKNIK-TEKNIK
TERAPI
1.
TETAP BERADA PADA KERANGKA ANALITIK
Proses
psikoanalitik menekankan pada tetap beradanya pada kerangka khas yang diarahkan
agar bisa mencapai sasaran terapi jenis ini. Tetap berada pada kerangka analitik
mengacu pada seluruh kawasan daari factor-faktor prosedur dan gaya, seperti
misalnya keanoniman relative dari penganalisis, diselenggarakannya pertemuan
secara tetap dan konsisten, dna dimulai serta diakhirinya pertemmuan secara
tepat waktu. Penganalisis berusaha seminimal mungkin meninggalkan pola
konsisten ini (seperti cuti, perubahan jumlah uang imbalan, atau pun perubahan
lingkungan pertemuan).
2.
ASOSIASI BEBAS
Asosiasi
bebas memainkan peranan sentral dalam proses terpeliharanya kegiatan itu dalam
kerangka analitik. Pada tahap permulaan penganalisis akan menjelaskan aturan
dasar dari psikoanalisis, yang menyangkut ucapan kata-kata klien dari apa yang
masuk dalam benaknya, betapapun menyakitkan, bodoh, tidak penting, tidak logis,
atau tidak relevannya ucapan itu. Asosiaasi
bebas semacam itu merupakan teknik sentral dari terapi psikoanalitik.
Esensinya adalah bahwa klien melaju bersama pikirannya ataupun pendapatnya
dengan jalan serta merta melaporkannya tanpa ada sensor. Pada saat kerja
analiitik itu berjalan, sebagia besar dari klien kadang-kadang akan pergi
meninggalkan aturan dasar ini dan penentangan ini akan ditafsirkan oleh si
penganalisis pada waktu yang dianggap tepat nanti. Dalam psikoanalisi klasik
biasanya klien berbaring di depan sementara penganalisis duduk dibelakangnya
agar tidaak mengganggunya dalam kegiatan meluncurkan asosiasi bebas; dalam
terapi psikoanaliitk di depan tempat berbaring tidak lagi sering dijadikan
bagian dari prosedur yang biasa.
Asosiasi
bebas merupakan salah satu dari peralatan dasar sebagai pembuka pintu ke
keinginan, khayalan, konflik, serta motivasi yang tidak disadari. Teknik ini
sering menjurus ke suatu kenangan pada pengalaman masa lampau dan kadang-kadang
menjurus ke pelepasan perasaan intens yang selama ini terkakang. Selama proses
asosiasi bebas ini tugas terapi ke pemahaman hubungan antar peristiwa yang
dibuat oleh klien. Blockade taupun pemutusan asosiasi bertindak sebagai
petunjuk adanya materi pembangkit keresahan. Terapis menginterpretasikan materi itu kepada klien,
dan membimbingnya ke arah wawasan yang bertambah baik terhadap dinamika yang
ada, yang sementara ini tidak disadari.
Pada
saat terapis mendengarkan asosiasi bebas si klien dia tidak hanya melihat apa
yang terucap tetapi juga makna yang tersembunyi dibalik ucapan-ucapan itu.
Kesadaran akan bahasa dari yang tak sadar itu diistilahkan sebagai
“mendengarkan dengan telinga ketiga” (Reik, 1948). Tidak satu patahpun kata
yang diucapkan oleh klien ditafsirkan maknanya hanya seperti yang terucap.
Misalnya salah ucap bisa mengisyaratkan adanya perasaan atau pernyataan yang
diungkapkan disertai oleh perasaan ataupun pernyataan yang berlawanan.
3.
INTERPPRETASI
Interpretasi
terdiri dari apa yang oleh penganalisis dinyatakan, diterangkan ,dan
bahkan diajarkan kepada klien arti dari
perilaku yang di manifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, penentangan, dan
hubungan terapeutik itu sendiri. Fungsi dari interpretasi adalah memberi
peluang kepada ego untuk mengasimilasikan materi baru untuk mempercepat psoses menguak
materi di luar kesadaran selanjutnya.
Dalam
pemberian interpretasi terapis harus dibimbing oleh rasa kesediaan klien untuk
mau mempertimbangkannya (Saretsky, 1978). Terapis menggunakan reaksi klien
sebagai tolak ukur. Hal yang penting adalah bahwa interpretasi harus dilakukan
pada saat yang dikira tepat, oleh karena klien akan menolak interpretasi yang
diberikan pada waktu yang tidak tepat. Aturan yang umum adalah bahwa interpretasi seharusnya
dikemukakan manakala fenomena yang akan diinterpretasikan sudah hampur
diketahui oleh klien bahwa ia ada dalam alam bawah sadar. Aturan yang umum lain
adalah bahwa interpretasi harus selalu dimulai dari permukaan dan masuk ke
dalam sebatas yang mampu dilihat oleh klien. Aturan umum yang ketiga adalah
bahw sebaiknya menyebutkan penolakan ataupun pertahanan yang dikemukakan oleh
klien sebelum menginterpretasi emosi atau pun konflik yang ada dibelakangnya.
4.
ANALISIS MIMPI
Analisis
mimpi merupaka prosedur yang penting untuk bisa mengungkapkan materi yang tidak
disadari dan untuk bisa member klien suatu wawasan ke dalam wawasan problema
yang tak terselesaikan. Pada saat orang tidur, mekanisme pertahanan pun akan
dikendorkan, dan perasaan yang terkekang naik ke permukaan.
Mimpi
mengandung isi dua tingkat: isi laten dan isi manifest. Isi laten terdiri dari
motif yang tersembunyi, simbolis dan motif, keinginan dan rasa takut yang tak
tersadari. Oleh karena kesemuanya demikian menyakitkan dan mengancam maka
impuls seksual dna agresif yang tak terdasari yang menciptakan isi laten
menjadi isi manifest yang lebih bisa diterima, yaitu berwujud mimpi seperti
yang dialami orang. Proses di transfomasikannya isi laten ke isi manifest yang
kurang mengancam itu disebut kerja mimpi.
Tugas terapis adalah menguak makna terselubung itu dengan jalan mempelajari
lambang-lambang yang terdapat dalam isi manifest dari mimpi itu. Selama sesi
terlais mungkin meminta klien berasosiasi bebas terhadap beberapa aspek dari
isi manifest dari mimpi itu dengan maksud bisa menguak makna latennya.
Dalam
kegiatan terapi klien melaporkan mimpi mereka dan didorong untuk berasosiasi
bebas pada unsure dalam mimpinya, mengingat kembali perasaan yang telah
dihadirkan. Lambat laun, mereka bisa menguak mimpi mereka. Terapis berperan
serta dalam prose situ dengan jalan menggali asosiasi si klien dengan semuanya
itu. Dengan jalan menginterpretasi makna unsure-unsur mimpi klien dapat
ditolong untuk bisa membebaskan pengekangan yang telah menyebabkan materi
tidak masuk dalam alam kesadaran serta
bisa menghubungkan wawasan baru itu dnegan perjuangannya di masa kini.
5.
ANALISIS DAN INTERPRETASI PADA SIFAT
MENENTANG
Sifat
Menentang, suatu konsep yang fundamental pada praktek psikoanalisis, adalah
segala sesuatu yang kerjanya menentang kemajuan terapi dan membuat klien tidak
bisa mengeluarkan materi yang sebelumnya tidak ada dalam alam kesadaran.
Khusunya, dalam terapi analitik sifat menentang, adalah keengganan klien untuk
membawa kepermukaan alam kesadran materi di alam tidak sadar yang selama ini
dikekang. Sifat menentang berarti suatu ide, sikap, perasaan atau perbuatan
(disadari atau tidak disadari) yang menciptakan status quo menjadi penghalang
terjadinya perubahan. Selama terjadinya asosiasi bebas atau asosiasi mimpi,
klien menunjukkan bukti bahwa ia tidak ada kemajuan untuk mengemukakan buah
pikiran, perasaan serta pengalam tertentu. Freud memandang Sifat Menentang
sebagai dinamika ketidaksadaran yang digunakan orang untuk menghalangi
kecemasan yang tidak tertahankan, yang kemungkinan akan datang kalau ia menjadi
sadar akan impuls dan perasaan mereka yang selama ini telah dikekang.
Sebagai
pertahanan melawan kecemasan, Sifat Menentang beroperasi secara spesifik dalam
terapi psikoanalitik dengan jalan mencegah klien dan terapis agar tidak
berhasil dalam usaha patungan untuk mendapatkan wawasan ke dalam dinamika
ketidaksadaran. Oleh karena Sifat Menentang itu mencegah masuknya materi yang
mengancam ke kawasan alam sadar, si terapis analitik menunjukannya, dank lien
harus berkonfrontasi dengannya, itu pun kalau ia berharap bisa menangani konflik
secara realistis. Interpretasi terapis terhadap Sikap Menentang itu ditijukan
ke arah pemberian pertolongan kepada klien agar bisa menyadari alasan-alasan
mengapa sampai ada Sifat Menentang itu sehingga ia bisa menanganinya. Sebagai
aturan umum, terapis menunjukkan dan menginterpretasi Sifat Menentang yang
paling menionjol agar bisa berkurang kemungkinan klien menolak interpretasi dan
peluang klien untuk mulai melihat perilakunya yang bersifat menentang itu
semakin besar.
Sifat
menentang itu tidak hanya sekedar untuk bisa diatasi. Oleh karena sifat itu
merupakan wakil dari pendekatan pertahanan dalam kehidupan sehari-hari, sifat
itu perlu diakui sebagai alat untuk mempertahankan diri dari kecemasan, namun
perlu diakui pula bahwa sifat itu menggangu kemampuan untuk menerima perubahan
yang bisa membawa orang ke kehidupan yang lebih bisa disyukuri.
6.
ANALISIS DAN INTERPRETASI PADA
TRANSFERENSI
Transferensi
memanifestasikan diri di proses terapeutik pada tempat dimana hubungan klien sebelumnya
memberikan andilnya pada perbuatan yang mengacau terhadap keadaannya di masa
kini. Klien memberikan reaksi terhadap terapisnya seperti yang mereka lakukan
terhadap orang signifikan tertentu. Situasi trasnferensi dianggap berharga
dalam terapi oleh karena manifestassinya member klien kesempatan untuk
mengalami kembali berbagai perasaan yang, kalau tidak ada transferensi itu,
tidak akan bsia diraih. Lewat hubungan dengan terapis, klien mengungkapkan
perasaan, keyakinan dan keinginan yang selama ini terkubur di alam tidak sadar
mereka. Tanpa disadari, mereka diulng
aspek-aspek pengalaman mereka di masa lalu dalam kegiatan hubungan terapeutik.
Melalui interpretasi yang benar dan tepat dan menangani versi baru perasaan
terdahulu ini maka klien mampu mengubah beberapa dari pola perilaku yang sudah
bertahan sekian lama.
Analisis
transferensi merupakan teknik sentral dalam psikoanalisis dan terapi yang
berorientasi pada psikoanalitik, oleh karena analisis ini, sekarang dan
ditempat ini, member peluang kepada klien untuk mendapatkan wawasan tentang
pengaruh masa lampau pada fungsi perilaku mereka sekarang. Interpretasi
hubungan transferensi memungkinkan klien untuk bisa menangani konflik lama yang
menyebabkan merela terfiksasi dan oleh karena menghambat perkembangan emosional
mereka. Inti patinya adalah bahwa hubungan terdahulu dikurangi akibatnya dengan
aksi-aksi penanganan konflik emosi yang sejenis dalam kegiatan hubungan
terapeutik dengan terapis analitik.
Tujuan terapi :
Adapun tujuan dari terapi adalah membuat kesadaran (conscious) hal-hal yang tidak
disadari (unconscious) konseli. Hal-hal yang terdapat pada ketidaksaran
(unconscious) dibawa kelevel kesadaran (conscious). Ketika hal-hal yang telah
ditekan kedalam ketidaksadarandimunculkan kembali, maka maslaah tersebut dapat
diatasi secara lebih rasional dengan menggunakan berbaga
Peran terapis
- Membantu klien memperoleh kesadaran diri, kejujuran dan hubungan personal yang efektif.
- Menciptakan hubungan kerja dengan klien lalu mendengarkan dan menafsirkan.
- Konselor mendengarkan ketidakkonsistenan cerita klien sambil menyisipkan makna mimpi dan asosiasi bebas si klien dengan teliti.
SUMBER;
Corey,
Gerald. 1995. Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi.
Semarang: IKIP Semarang Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar